Virus COVID-19 dapat menular kepada siapapun tanpa batasan usia ataupun jenis kelamin. Tetapi, apakah Sobat Lansia tahu bahwa populasi lansia memiliki tingkat risiko tertinggi terhadap virus ini? Menurut World Health Organization (2020b), lebih dari 95% kematian akibat virus COVID-19 dialami oleh individu berusia di atas 60 tahun. Kerentanan fisik lansia dapat menyebabkan risiko lebih tinggi terhadap infeksi berbagai penyakit dan menurunnya kinerja sistem imun (Banarjee, 2020a). Umumnya, lansia juga mengidap penyakit lainnya dan lebih sering mengunjungi rumah sakit dibandingkan tahap usia sebelumnya. Hal-hal ini yang kemudian dapat menyebabkan tingginya risiko tertular virus dan juga meningkatkan keparahan gejala penyakit yang dialami lansia.
Melihat penemuan di atas, tentunya penting untuk membantu menjaga lansia di sekitar kita agar tidak terpapar virus COVID-19 di masa pandemi ini. Kita juga harus tetap mematuhi protokol kesehatan yang telah ditentukan, seperti mencuci tangan, menggunakan masker, juga melakukan social distancing. Tetapi, selain risiko fisiologis, kita juga tidak boleh melupakan bahwa ada juga risiko psikologis yang bisa dialami lansia pada masa pandemi ini, salah satunya adalah depresi.
Masa pandemi COVID-19 menimbulkan berbagai tantangan global dalam berbagai aspek, seperti kesehatan, sosial, dan ekonomi. Lebih lanjut, kesehatan mental pun dapat menjadi salah satu dampak dari situasi ini. Dalam penelitiannya, Bueno-Notivol et al. (2020) menemukan bahwa prevalensi gangguan depresi pada masa pandemi COVID-19 mengalami peningkatan. Sebagai perbandingan, angka prevalensi rata-rata global gangguan depresi pada tahun 2017 adalah sebesar 3,44%. Sedangkan, pada masa pandemi, angka tersebut meningkat 7 kali lipat hingga 25%. Penemuan ini menunjukkan bahwa dampak pandemi COVID-19 terhadap kesehatan mental tidak dapat dianggap ringan dan membutuhkan penanganan yang serius.
![](https://static.wixstatic.com/media/9e5dc9_2ae82ffa2e304e8fa4cfb57cf54c5bb8~mv2.png/v1/fill/w_980,h_446,al_c,q_90,usm_0.66_1.00_0.01,enc_auto/9e5dc9_2ae82ffa2e304e8fa4cfb57cf54c5bb8~mv2.png)
Menurut American Psychiatric Association (2013), gangguan depresi adalah gangguan mental yang dapat meliputi gejala:
Suasana hati (mood) yang tertekan,
Hilangnya minat dalam aktivitas sehari-hari,
Berkurangnya atau meningkatnya berat badan secara signifikan,
Kesulitan tidur atau terlalu banyak tidur,
Gerakan motorik yang semakin cepat atau melambat yang dapat diamati orang lain,
Perasaan kelelahan atau lesu,
Perasaan tidak berharga atau merasa bersalah secara berlebihan,
Kesulitan berkonsentrasi atau membuat keputusan, dan
Pikiran yang berulang mengenai kematian, ide untuk bunuh diri, atau percobaan bunuh diri.
Untuk seseorang dapat didiagnosa menderita gangguan depresi, ia dinilai telah mengalami 5 atau lebih gejala-gejala tersebut selama periode 2 minggu. Gejala yang dialami tersebut juga menimbulkan tekanan yang signifikan pada individu dan mengganggu keberfungsian sehari-harinya.
Fenomena meningkatnya prevalensi depresi ini mungkin disebabkan berbagai faktor, salah satunya adalah kebijakan social distancing yang diterapkan untuk mengurangi penularan virus ini. Penularan COVID-19 dan penerapan social distancing menimbulkan keadaan yang memerlukan berbagai adaptasi secara sosial ataupun pribadi (Bueno-Notivol et al., 2020). Panjangnya masa pandemi dan pemberlakuan social distancing pun menimbulkan banyak ketidakpastian yang dihadapi individu. Hal ini ternyata juga dapat berkontribusi terhadap meningkatnya angka gejala depresi, khususnya pada populasi lansia.
Lansia juga menghadapi berbagai tantangan selama masa pandemi COVID-19, seperti imbauan ketat untuk tidak beraktivitas di luar rumah, kurangnya kontak fisik dengan orang lain, dan terhambatnya rutinitas sehari-hari yang melibatkan aktivitas fisik (World Health Organization, 2020a). Selain itu, lansia juga mengalami kesulitan beradaptasi dengan penggunaan teknologi, khususnya berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan interaksi sosial (Mukhtar, 2020). Untuk lansia yang masih bekerja, ketidakpastian keadaan ekonomi masa pandemi ini juga menunjukkan risiko yang tinggi terhadap hilangnya pekerjaan ataupun berkurangnya tabungan untuk mengatasi dampak ainnya (Li & Mutchler, 2020).
Tantangan-tantangan tersebut tentunya menimbulkan berbagai dampak yang harus dihadapi lansia dalam masa ini. Akibat larangan untuk keluar rumah, lansia mengalami kesulitan untuk mengakses layanan kesehatan yang diperlukan (Banarjee, 2020a). Rasa ketakutan dan ketidakpastian yang dialami selama pandemi juga dapat menimbulkan kecemasan terhadap infeksi virus dan kematian, baik untuk dirinya sendiri atau orang lain. Keadaan ekonomi lansia pada masa ini pun cenderung menurun, sehingga menimbulkan kesulitan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri (Li & Mutchler, 2020). Berlebihannya informasi yang beredar mengenai situasi pandemi COVID-19 juga dapat meningkatkan rasa takut, cemas, hingga menimbulkan keluhan fisik sebagai respon terhadap stres yang dialami lansia (Banarjee, 2020a).
Isolasi diri atau social distancing juga dapat mempersulit lansia untuk melakukan kontak sosial, terutama untuk mereka yang umumnya bersosialisasi di luar rumah (Javadi & Nateghi, 2020). Protokol kesehatan ini ternyata juga merupakan salah satu penyebab utama rasa kesepian, yang juga dapat menjadi faktor dari berbagai gangguan kesehatan mental (Banarjee, 2020b). Lebih lanjut, Santini et al. (2020) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa kurangnya koneksi sosial pada lansia dapat berpengaruh pada meningkatnya gejala depresi, kecemasan, dan bunuh diri pada lansia. Lebih lanjut, keadaan lingkungan yang secara umum memburuk, pengalaman kehilangan, dan ketidakpastian situasi juga berperan dalam munculnya gejala depresi.
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa populasi lansia memiliki risiko yang tinggi terhadap gangguan fisiologis ataupun psikologis dalam situasi pandemi COVID-19. Gangguan depresi menjadi salah satu dampak yang perlu diperhatikan dalam kondisi ini. Berbagai tantangan yang dihadapi lansia dari situasi ini dapat berpengaruh terhadap munculnya gejala depresi, khusunya berkaitan dengan kurangnya interaksi sosial dengan orang-orang terdekat. Oleh karena itu, Sobat Lansia dapat mendukung lansia di sekitar kita dengan membantu memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka dan memberikan informasi yang kredibel mengenai situasi COVID-19 di Indonesia. Informasi tersebut dapat diakses melalui website covid19.go.id atau melalui hotline COVID-19 Indonesia (119 ext 9). Hotline ini juga bisa dihubungi jika membutuhkan bantuan fisik ataupun mental terkait COVID-19.
“We will emerge from this pandemic, having paid a high price, battered and bruised, but more resilient and ready in the future.” (Dr Hans Henri P. Kluge, WHO Regional Director for Europe)
Referensi:
American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and statistical manual of mental disorders (5th ed.). Washington, DC.
Banerjee, D. (2020a). ‘Age and ageism in COVID-19’: Elderly mental health-care vulnerabilities and needs. Asian Journal Of Psychiatry, 51, 102154. doi: 10.1016/j.ajp.2020.102154
Bueno-Notivol, J., Gracia-García, P., Olaya, B., Lasheras, I., López-Antón, R., & Santabárbara, J. (2020). Prevalence of depression during the COVID-19 outbreak: A meta-analysis of community-based studies. International Journal of Clinical and Health Psychology. doi:10.1016/j.ijchp.2020.07.007
Banerjee, D. (2020b). The impact of Covid‐19 pandemic on elderly mental health. International 4. Journal Of Geriatric Psychiatry. doi: 10.1002/gps.5320
Javadi, S. M. H. & Nateghi, N. (2020). COVID-19 and its psychological effects on the elderly population. Cambridge University Press. doi: 10.1017/dmp.2020.245
Li, Y., & Mutchler, J. (2020). Older Adults and the Economic Impact of the COVID-19 Pandemic. Journal Of Aging & Social Policy, 32(4-5), 477-487. doi: 10.1080/08959420.2020.1773191
Mukhtar, S. (2020). Psychological impact of COVID-19 on older adults. Curr Med Res Pract, 10(4). doi: 10.1016/j.cmrp.2020.07.016
Santini, Z., Jose, P., York Cornwell, E., Koyanagi, A., Nielsen, L., & Hinrichsen, C. et al. (2020). Social disconnectedness, perceived isolation, and symptoms of depression and anxiety among older Americans (NSHAP): a longitudinal mediation analysis. The Lancet Public Health, 5(1), e62-e70. doi: 10.1016/s2468-2667(19)30230-0
World Health Organization. (2020a). Older people & COVID-19. Retrieved from https://www.who.int/teams/social-determinants-of-health/covid-19
World Health Organization. (2020b). Statement – Older people are at highest risk from COVID-19, but all must act to prevent community spread. Retrieved from https://www.euro.who.int/en/health-topics/health-emergencies/coronavirus-covid-19/statements/statement-older-people-are-at-highest-risk-from-covid-19,-but-all-must-act-to-prevent-community-spread
Comments