top of page

POST POWER SYNDROME: APAKAH MASA PENSIUN SELALU MEMBAWA KEBAHAGIAAN?

Muhammad Rizky Ramadhan

Proses kehidupan manusia diawali dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Begitu pula dengan dunia kerja, ketika seseorang memasuki usia produktif, tentunya akan mengeluarkan segala potensi yang dimiliki. Semakin lama seseorang itu bekerja, pada akhirnya ia akan menemukan masa dimana mereka harus pensiun, yaitu keadaan dimana mereka harus berhenti bekerja. Batasan usia pensiun biasanya berkisar antara 55-70 tahun. Akan tetapi batasan usia tergantung dari kebijakan perusahaan itu sendiri.



Pensiun adalah suatu masa transisi ke pola hidup baru, sehingga pensiun selalu menyangkut perubahan peran, perubahan keinginan dan nilai, dan perubahan keseluruhan terhadap pola hidup individu. Perubahan yang terjadi merupakan perubahan yang penting dalam hidup seseorang, individu yang tadinya bekerja menjadi tidak bekerja, berkurangnya penghasilan, berkurangnya interaksi dan relasi-relasi, dan meningkatnya waktu luang.

Lantas, mengapa kegiatan pasca pensiun merupakan sesuatu yang penting untuk disiapkan?




MENGENAL POST POWER SYNDROME


Salah satu bentuk dari kecemasan dalam menghadapi masa pensiun adalah sindrom pasca pensiun (post power syndrome). Hal ini dapat menyebabkan individu kehilangan identitas dan label pada dirinya. Permasalahan seperti ini sangat rentan bagi individu untuk mengalami kecemasan ketika menjalani masa pensiun, yang biasa disebut dengan sindrom pasca pensiun. Post Power Syndrome adalah salah satu fenomena psikologis yang dapat bersifat progresif dikarenakan individu telah pensiun atau tidak memiliki jabatan maupun kekuasaan seperti sedia kala. Sindrom ini dapat berdampak tak hanya secara psikologis, namun juga jasmani serta rohaniah.


Kata “Power” pada kata post power syndrome bukan diartikan sebagai kekuasaan maupun pekerjaan. Melainkan dikonotasikan sebagai sosok yang sebelumnya aktif dan banyak kegiatan mendadak kehilangan hal tersebut sehingga timbul rasa ketidaknyamanan. Jadi, orang-orang yang mengalami post power syndrome adalah orang-orang yang tidak bisa menerima perubahan yang terjadi pasca purna tugas dari pekerjaannya. Perubahan yang tidak bisa diterima itu adalah perubahan yang berkaitan dengan hilangnya aktivitas, hilangnya kekuasaan, hilangnya harta, dan sebagainya.




APA SAJA GEJALANYA?


Pada umumnya, orang yang mengalami post power syndrome tidak menyadari akan kondisinya. Gejala yang muncul juga bisa bermacam-macam baik gejala fisik maupun psikis. Gejala post power syndrome akan mudah muncul jika seseorang tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan atau tidak dimintai pendapatnya. Ini akan lebih mudah terjadi pada orang yang sebelumnya memiliki jabatan tinggi atau penting. Untuk mempermudah dalam melakukan identifikasi, gejala post power syndrome dibagi dalam menjadi tiga gejala umum yaitu:

  1. Gejala fisik. Meliputi melemahnya sistem imunitas tubuh sehingga mudah untuk terserang penyakit. Selain itu yang paling terlihat adalah individu menjadi lebih cepat tua setelah pensiun dari pekerjaannya. Seperti lebih cepat keriput dan memiliki uban yang cukup banyak.

  2. Gejala emosi. Meliputi mudah merasa tersinggung dengan perkataan orang lain, merasa tidak berdaya dan berharga karena kehilangan pekerjaannya dan merasa malu untuk bertemu dengan orang lain. Tidak jarang individu lebih sensitif dan mudah marah.

  3. Gejala perilaku. Meliputi cenderung untuk menarik diri dari lingkungannya, dan mudah untuk melakukan pola-pola kekerasan secara verbal dan fisik serta mudah menunjukkan kemarahannya di rumah atau tempat umum.

Tidak semua individu yang pensiun mengalami post power syndrome. Tetapi ada beberapa ciri kepribadian yang rentan terhadap sindrom ini diantaranya adalah mereka yang sangat bangga pada jabatannya, senang dihormati, senang mengatur orang lain dan selalu menuntut agar keinginan atau perintahnya dituruti. Biasanya terjadi pada individu yang menduduki jabatan tinggi seperti kepala bidang, supervisor, manajer atau bahkan direktur.


Menghadapi masa pensiun seharusnya tidak menjadi momen yang menakutkan atau mengkhawatirkan. Banyak cara yang bisa dilakukan untuk mempersiapkan kegiatan pasca pensiun. Jangan hanya berdiam diri atau meratapi nasib, tapi lakukan perubahan untuk diri sendiri. Caranya bisa dengan membuat pertemanan baru diluar pekerjaan dan terlibat dalam kegiatan yang diinginkan setelah pensiun. Misalnya, teman travelling, komunitas, dan sebagainya.



Dari hal diatas, semoga kita semua dapat belajar agar lebih mempersiapkan datangnya masa pensiun. Semoga bisa menjadi masa pensiun yang indah ya!





Referensi:

  1. https://rsjd-surakarta.jatengprov.go.id/2020/01/20/gejala-post-power-syndrom-dan-cara-mengatasinya-oleh-citra-hanwaring-puri-s-psi-psikolog/

  2. El-din, S. B., Mohamed, G. R., & El-Maged, M. A. H.(2012). Pre-retirement education program fof faculty of nursing employees in el-minia university. Journal of American Science, 8, (2).

  3. Elia. (2003) Post Power Syndrome. http://www.sabda.org/publikasi/ekonsel079.

  4. Ermayanti, S., & Abdullah, S.M. (2007). Hubungan antara persepsi terhadap dukungan social dengan penyesuaian diri pada masa pensiun. Jurnal Ppsikologi Universitas Wangsa Manggala Yogyakarta

  5. Hidayat, D. D., Zamralita., & Ninawati. (2006). Resiliensi dan tingkat stress pada masa persiapan pensiun. Jurnal Phronesis, 1, 50-70.

  6. Kartono, K. & Gulo, D. (2000). Kamus psikologi. Bandung: CV. Pionir Jay.


Recent Posts

See All

Comments


Subscribe Form

Thanks for submitting!

+6281378253185

©2020 by Go-Elderly. Proudly created with Wix.com

bottom of page