“Suatu hari mereka sedang merangkak, esok hari mereka menyetir dan tiba-tiba mereka sudah bukan anak-anak lagi.”
Masa lansia, sama seperti periode-periode perkembangan sebelumnya, juga memiliki berbagai tantangan dan kesempatan untuk bertumbuh. Walaupun seringkali dilihat sebagai masa yang penuh dengan kerentanan fisik dan penurunan kognitif, lansia juga mengalami perkembangan dalam kepribadiannya, khususnya dalam mencapai kebijaksanaan. Menurut teori perkembangan psikososial Erikson, lansia berada dalam periode integrity vs. despair. Di masa ini, lansia belajar memaknai berbagai hal yang sudah terjadi di hidupnya dan menjalani hari-hari depan dengan sikap yang positif, yang disebut sebagai fase integrity. Namun, lansia juga dapat terjebak dalam perasaan menyesal dan yang mendalam, atau disebut juga sebagai fase despair. Umumnya, perasaan ini timbul karena berbagai keterbatasan mereka sekarang atau ketidakpuasan dengan hidup mereka di masa lalu. Salah satu bentuk despair yang umum dialami lansia timbul melalui fenomena empty nest syndrome.
Empty nest syndrome, atau sindrom sarang kosong, adalah fenomena di mana orang tua mengalami perasaan kehilangan atau kesepian saat anak terakhirnya meninggalkan rumah untuk hidup mandiri. Walaupun situasi ini dipandang sebagai sesuatu yang normal dan sehat untuk anak, beberapa orang tua dapat mengalami kesulitan untuk beradaptasi dengan perubahan struktur dalam rumahnya. Tetapi, seringkali gejala empty nest syndrome dianggap wajar dan bahkan terlewatkan, padahal sindrom ini dapat berkembang menjadi gangguan kesehatan mental lainnya yang lebih serius.
Berikut ini empat gejala yang umumnya dialami lansia dengan empty nest syndrome yang bisa Sahabat Lansia kenali.
1. Emosi yang tidak stabil
Lansia dengan empty nest syndrome dapat menjadi lebih sensitif dalam menanggapi berbagai kejadian yang sebelumnya dianggap sebagai hal yang biasa. Misalnya, muncul perasaan sedih saat menonton film yang menyentuh, saat memasak, bahkan saat menyetir. Pengalaman ini juga dapat disertai dengan timbulnya berbagai emosi negatif, seperti muncul perasaan bersalah karena tidak mengasuh anak dengan cukup baik dan kekhawatiran terhadap hubungan dengan pasangan. Di saat ini, mungkin lansia tidak menyadari apa pemicu dari emosi tersebut.
2. Kehilangan tujuan hidup
Setelah bertahun-tahun mengasuh anak, saat ini lansia harus mulai melepaskan tanggung jawab dan tugas-tugas mereka yang sebelumnya dijalani sebagai orang tua. Lansia dengan empty nest syndrome mungkin mempertanyakan apa tujuan mereka dalam hidup saat peran itu harus berganti. Gejala ini umum terjadi, khususnya untuk lansia yang sebelumnya sangat menginvestasikan waktunya untuk mengasuh anak.
3. Merasa frustrasi atas hilangnya kontrol
Sebagai orang tua, lansia telah bertahun-tahun berpengalaman ikut merencanakan jadwal kegiatan anak. Namun, saat anak meninggalkan rumah, lansia tidak dapat sepenuhnya mengetahui apa saja yang dilakukan anak dalam sehari-hari, juga kehilangan kendalinya terhadap anak. Di saat ini, lansia dapat merasa ditinggalkan, tidak dilibatkan, bahkan terkadang tidak diinginkan dalam hidup anak.
4. Khawatir atau cemas terhadap kondisi anak
Berkurangnya kontak langsung dan komunikasi dengan anak dapat menyebabkan kekhawatiran pada lansia. Untuk mengatasi kekhawatiran ini, lansia dapat menjadi lebih sering memantau dan menghubungi anak dibandingkan sebelumnya. Tidak jarang, lansia menghubungi anak untuk mengingatkan berbagai kewajiban anak, seperti mengingatkan mengerjakan tugas. Namun, rasa cemas yang berkepanjangan dapat berdampak buruk terhadap lansia dan anaknya. Di masa ini, anak berkesempatan untuk mengeksplorasi kehidupan dengan mandiri, sehingga kecemasan orang tua yang berlebihan dapat menghambat proses ini.
Empty nest syndrome memang sesuatu yang umum dialami oleh lansia, seiring dengan berbagai perpisahan yang terjadi dalam hidup. Namun, perlu Sahabat Lansia ingat bahwa gejala sindrom ini dapat berkembang menjadi berbagai masalah kesehatan mental lain jika tidak ditangani. Jadi, mari kita berikan perhatian dan kasih sayang untuk lansia di sekitar kita!
“It is not what you do for your children, but what you have taught them to do for themselves, that will make them successful human beings.” —Ann Landers
Referensi:
Erikson, E. H., & Erikson, J. M. (1997). The life cycle completed. New York: W.W. Norton.
Jain, K. & Khatri, S. (2014). Geriatric psychology: The source of inspiration for old age. Indian Journal of Health and Wellbeing, 5(3), 387-391.
Morin, A. (2019). 5 signs and symptoms of empty nest syndrome. Retrieved from https://www.verywellfamily.com/signs-of-empty-nest-syndrome-4163787
Papalia, D. & Martorell, G. (20XX). Experiencing human development (13th ed.). New York: McGraw-Hill Education.
Comments