“Anak saya menikah. Ini adalah awal yang baru bagi saya dan juga untuk anak saya. Hal itu semestinya tidak akan mengubah apapun: anak saya masih mencintai saya dan saya tetap mencintai anak saya. Namun, bagaimana apabila hubungan itu akan berubah? Bagaimana jika anak saya sudah tidak membutuhkan saya lagi? Apa dia akan tetap mencintai saya? Ada berjuta pertanyaan dan keraguan yang muncul di benak saya sebagai orang tua…."
Begitulah benak Pak Andi ketika ditinggal anaknya untuk menikah. Beliau menghabiskan sebagian besar waktu dengan mata terpaku pada ponsel, berharap bahwa Andi akan menelpon atau mengirim SMS. Pak Andi sudah membesarkan Andi begitu lama, sehingga gagasan untuk memasuki fase kehidupan baru di mana harus “fokus pada diri sendiri” tampaknya mustahil. Pak Andi merasa bahwa transisi ke fase itu sangat sulit dan bingung mengenai kehidupan beliau, tepatnya hal apa yang harus beliau lakukan sekarang.
Meskipun demikian, hal yang semua orang tua tahu di lubuk hati mereka adalah mereka tidak dapat menahan anak-anak mereka. Ini adalah paradoks fundamental dari menjadi orang tua: mereka membesarkan anak dengan satu ambisi, yaitu membiarkan anaknya pergi untuk menjalani kehidupan yang lebih baik. Namun kenyataannya, sama seperti Pak Andi, orang tua seringkali diliputi rasa kesepian dan sedih saat anak-anak mereka pergi.
Sindrom sarang kosong bukanlah gangguan kesehatan mental, melainkan sebuah masa transisi dalam hidup yang menonjolkan rasa kesepian dan kehilangan. Orang tua ingin mendorong anak-anaknya tumbuh menjadi orang dewasa yang mandiri. Namun, pengalaman itu seringkali pahit atau menantang secara emosional.
“Sindrom sarang kosong merupakan kesedihan yang tidak terduga bagi setiap orang tua. Sangat penting bagi mereka untuk tidak menjadikannya sebagai depresi.”
Untungnya, sebagai orang terdekat ada beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk membantu mereka mengatasi sindrom sarang kosong. Empat strategi berikut dapat membantu.
Bantu mereka mendefinisikan ulang identitas diri mereka. Bantulah mereka untuk mengidentifikasi peran baru yang mungkin untuk dieksplorasi. Carilah peluang baru dalam kehidupan pribadi dan profesional mereka. Buatlah daftar peran yang mereka miliki dalam hidup, seperti, suami atau istri, anggota tim olahraga, pemilik bisnis, dan peran lainnya yang dapat kita pikirkan.
Lakukan eksplorasi terhadap daftar peran baru tersebut. Periksa daftar tersebut dan tunjukkan peran mana yang mungkin dapat mereka kembangkan. Kita dapat membuat mereka fokus pada karir kembali atau menjadi lebih aktif terlibat dalam komunitas yang mereka minati. Tetap sibuk atau menghadapi tantangan baru di tempat kerja atau di rumah dapat membantu meringankan rasa kehilangan yang mungkin ditimbulkan oleh sindrom sarang kosong.
Pertimbangkan pula untuk menambah hobby baru. Mintalah mereka untuk memikirkan kembali minat, hobby ataupun mimpi yang mereka miliki sebelum mereka memiliki anak. Motivasi mereka untuk menjelajahinya dan mulai melakukannya. Penting bagi mereka untuk terus melakukan hobi dan minat baru yang memungkinkan mereka untuk menikmati hidup. Hal ini dapat berupa belajar fotografi, mengikuti kelas seni, atau menjadi sukarelawan--kegiatan apapun yang bersifat rutin dan aktif yang memungkinkan mereka untuk terus sibuk dan memiliki aktivitas.
Membuat mereka merasa bahwa kita “selalu ada” bersama mereka. Kita dapat melakukan hal simpel seperti selalu mengabari dan bertanya kabar mereka secara rutin via telepon, sms, atau sosial media lainnya. Pertimbangkan untuk menjadwalkan panggilan telepon setiap tiga hari atau sekali seminggu, demi menjaga hubungan dekat dengan mereka. Selain itu, selalu beritahu mereka bahwa mereka dapat menelepon kapanpun diperlukan, baik dalam keadaan darurat atau ketika hanya membutuhkan seseorang untuk diajak bicara. Dengan begitu, kita dapat membuat mereka beradaptasi dengan perasaan kehilangan.
Bagi sebagian orang, menghadapi “sindrom sarang kosong” tidaklah mudah. “Sindrom sarang kosong” bukanlah gangguan kesehatan mental. Melainkan, depresi yang terjadi akibat “sindrom sarang kosong” adalah hal yang perlu diperhatikan. Oleh karena itu, penting bagi mereka untuk menghadapi “sindrom sarang kosong” tanpa menjadikannya sebagai depresi. Lakukanlah empat strategi di atas untuk membantu mereka mengatasi “sindrom sarang kosong”. Dengan mengatasi “sindrom sarang kosong” mereka dapat melanjutkan kehidupan mereka atau bahkan menemukan peluang baru yang menarik – tanpa terlalu berfokus pada rasa kehampaan yang mereka alami.
Comments